Shalat sunnah lidaf’il bala’ (tolak bala’) merupakan shalat sunnah hajat
yang dikerjakan pada malam atau hari rabu akhir bulan Safar, tepatnya pada hari
rabu pada pekan keempat. Shalat sunnah ini dikerjakan empat rakaat dua salam
dan dilaksanakan secara berjamaah.
Shalat sunnah ini dilakukan dalam rangka memperingati sekaligus menenangkan
umat dalam rangka berlindung kepada Allah akan datangnya bala’ dan bencana yang
terjadi pada bulan Safar. Awal mula munculnya ibadah ini adalah berdasarkan
ilham dan ijtihad para ulama’ salaf maupun ulama’ sufiyah terdahulu yang
teringat bahwa bulan safar adalah bulan yang penuh dengan kesialan dan
malapetaka, dan hari rabu pekan keempat merupakan hari yang paling na’as pada
bulan itu. Seorang sufi asal India, Ibnu Khathiruddin Al-Atthar (w. th 970
H/1562 M), dalam kitab “Jawahir Al-Khamsi” menyebutkan, Syekh Al-Kamil
Farid-Din Sakarjanj telah berkata bahwa dia melihat dalam “Al-Awrad
Al-Khawarija” nya Syekh Mu’inuddin sebagai berikut:
أَنَّهُ
يَنْزِلُ فِيْ كُلِّ سَنَةٍ ثَلاَثُمِائَةِ اَلْفٍ وَعِشْرِيْنَ أَلَفًا مِنَ
الْبَلِيَّاتِ وَكُلُّهَا فَيْ يَوْمِ الْأَرْبِعَاءِ الْأَخِرَةِ مِنْ شَهْرِ
صَفَرِ فَيَكُوْنُ ذَلِكَ الْيَوْمُ أَصْعَبُ أَيِّمِ تِلْكَ السَّنَةِ، فَمَنْ
صَلَّى فِيْ ذَلِكَ الْيَوْمِ أَرْبَعَ رَكَعَاتٍ يَقْرُأُ فِيْ كُلِّ مِنْهَا
بَعْدَ الْفَاتِحَةِ إِنَّا أَعْطَيْنَاكَ الْكَوْثَرَ سَبْعَةَ عَشَرَ
وَالْإِخْلاَصَ خَمْسَ مَرَّاتٍ وَالْمُعَوِّذَتَيْنِ مَرَّاةً وِيَدْعُوْ بِهَذَا
الدُّعَاءِ حَفَظَهُ االلهُ تَعَالَى بِكَرَمِهِ مِنْ جَمِيْعِ الْبَلاَيَا
الَّتِيْ تَنْزِلُ فِيْ ذَلِكَ الْيَوْمِ وَلَمْ تُحْمَ حَوْلَهُ بَلِيَّةٌ مِنْ
تِلْكَ الْبَلاَيَا إِلَى تَمَام السَّنَةِ.
Artinya: “Sesungguhnya dalam setiap tahun diturunkan sekitar 320.000 macam
bala’ yang semuanya ditimpakan pada hari rabu akhir bulan Safar. Maka hari itu
adalah hari tersulit dalam tahun itu. Barang siapa shalat empat rakaat pada
hari itu, dengan membaca di masing-masing rakaatnya setelah Al-Fatihah yakni
surat Al-Kautsar 17 kali, Al-Ikhlas 5 kali, mu’awwidzatain masing-masing satu
kali dan berdoa –do’anya Insya Allah akan disebutkan
setelah ini–, maka dengan sifat karamnya Allah, Allah akan menjaganya dari
semua bala’ yang turun pada hari itu dan di sekelilingnya akan terhindar dari
bala’ tersebut sampai genap setahun” .
Adapun cara pelaksanaan shalat sunnah ini sama dengan shalat-shalat sunnah
pada umumnya. Namun yang membedakannya adalah, setiap habis membaca surat
Al-Fatihah pada masing-masing rakaatnya membaca: Surat Al-Kautsar 17 kali,
Surat Al-Ikhlas 5 kali, Surat Al-Falaq dan surat An-Naas masing-masing satu
kali.
Adapun doa yang dibaca setelah selesai shalat lidaf’il bala’ seperti
berikut:
بِسْمِ الله
الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ. وَصَلَّى اللهُ عَلَى سَيِّدِنَا محمَّدٍ وَّ عَلَى ألهِ
وَصَحْبِهِ وَسَلَّمَ. نَسْتَغْفِرُ اللهَ الْعَظِيْمَ الَّذِيْ لاَإِلَهَ إِلاَّ
هُوَ الْحَيُّ القَيُّوْمُ وَنَتُوْبُ إلَيْهِ تَوْبَةَ عَبْدٍ ظَالِمٍ
لاَيَمْلِكُ لِنَفْسِهِ ضَرًا وَلاَ نَفْعًا وَلاَ حَيَاةً وَلاَ مَوْتًا وَلاَ
نُشُوْرًا. اللَّهُمَّ صَلِّيْ عَلَى سَيِّدِنَا محمَّدٍ. وَادْفَعْنَا مِنَ
الْبَلاَءِ الْمُبْرَامِ إِنَّكَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرٌ. اللَّهُمَّ إِنَّا
نَعُوْدُ بِكَلِمَاتِ التَّآمَّاتِ كُلِّهَا مِنَ الرَّيْحِ الْأَحْمَرِ وَمِنَ
الدَّآءِ الْأَكْبَرِ فِيْ نَفْسِنَا وَدَمِّنَا وِلحمِنَا وَعَظْمِنَا
وَجُلُوْدِنَا وَعُرُوْقِنَا. سُبْحَانَكَ إِذَا قَضَيْتَ مَرًّا أَنْ يَقُوْلَ
لَهُ كُنْ فَيَكُوْنُ. الله أَكْبَرُ بِرَحْمَتِكَ يَا أَرْحَمَ الرَّحِمِيْنَ ٣X.
اللَّهُمَّ يَا
شَدِيْدَ الْقَوِيَّ وَيَا شَدِيْدَ الْمَحَالِ يَا عَزِيْزُ يَا مَنْ ذَلَّتْ
لِعِزَّتِكَ جمِيْعَ خَلْقِكَ يَا مُحِسِنُ يَا مُجْمِلُ يَا مُتَفَضِّلُ يَا
مُنْعِمُ يَا مُكْرِمُ يَا مَنْ لآاِلَهَ إِلاَّ أَنْتَ ارْحَمْنَا بِرَحْمًتِكَ
يَا أرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ. اللَّهُمَّ بِسِرِّ الْحَسَنِ وَاَخِيْهَا وَجَدِّهَا
وَاَبِيْهِ وَاُمِّهِ وَبَنِيْهِ اكْفِنَا شَرَّ هَذَا الْيَوْمِ وَمَا يَنْزِلُ
فِيْهِ يَاكَافِيَ الْمُهِمَّاتِ يَادَافِعَ الْبَلِيَّاتِ فَسَيَكْفِيْكَهُمُ
اللهِ وَهُوَ السَّمِيْعُ الْعَلِيْمِ وَحَسْبُنَا اللهُ وَنِعْمَ الْوَكِيْلُ
وَلاَ حَوْلَ وَلاَ قُوَّةَ إِلاَّ بِا اللهِ الْعَلِيِّ الْعَظِيْمِ. وَ صَلَّ
اللهُ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَّ عَلَى أَلِهِ وَصَحْبِهِ وَسَلِّمْ. آمين.
Setelah pelaksanaan shalat berakhir, biasanya diadakan shadaqah sekadarnya seperti halnya kenduri yang diawali dengan membaca doa tahlil,
kemudian dilanjutkan dengan ceramah atau mauidhah hasanah secukupnya, yang
selanjutnya acara tersebut diakhiri dengan makan bersama. Setelah itu, para
jamaah dipersilakan mengambil air barakah yang sudah dipersiapkan oleh tuan rumah atau panitia sebelumnya. Para jamaah pun bisa langsung meminumnya di tempat,
atau boleh juga dibawa pulang untuk diminum bersama keluarga di rumah.
Status Hukum Shalat Sunnah Lidaf’il Bala’
Walaupun ibadah ini oleh sebagian kalangan dikategorikan sebagai amalan
yang tidak diajarkan oleh Rasulullah saw dan bahkan menganggapnya sebagai
bid’ah, namun oleh para ulama’ sufiyah dan tarekat, amalan shalat lidaf’il
bala’ ini tetap boleh dikerjakan asalkan tidak menganggapnya sebagai keharusan
yang mesti dilakukan. Keeksistensian ibadah ini pula jangan sampai dijadikan bahan perselisihan sehingga timbul pertentangan di kalangan internal umat
muslim. Akan tetapi justru amalan ini dijadikan momentum peningkatan kualitas
ibadah kepada Allah swt serta sebuah sarana agar dapat berlindung kepada-Nya
dari segala macam bencana dan mara bahaya yang akan menimpanya.
Allah swt berfirman:
وَ اسْتَعِيْنُوْا بِا الصَّبْرِ وَالصَّلَوةِ (البقرة:
45)
“Carilah pertolongan (Allah) dengan sabar dan shalat” (QS. Al-Baqarah: 45).
Ayat diatas diperkuat dengan hadirnya sunnah Rasulullah saw:
عن حذيفة رضي
الله عنه قال: كان رسول الله صلّى الله عليه وسلّم إذا حزبه أمر فزع إلى الصّلاة
(رواه أحمد و أبو داود)
Dari Hudzaifah ra berkata: “Apabila Rasulullah saw menemui suatu kesulitan,
maka beliau segera menunaikan shalat” (HR. Ahmad dan Abu Daud).
Apalagi semua shalat –baik shalat wajib maupun shalat sunnah– merupakan
sebuah ibadah yang ditekankan untuk dilakukan oleh setiap muslim. Rasulullah
saw telah bersabda:
الصّلاة خير موضوع
“Shalat adalah sebaik-baik amal yang ditetapkan (Allah untuk hamba-Nya)”
Ditambah lagi, setelah selesai shalat dilanjutkan dengan mauidhoh hasanah
dan disertai dengan shadaqahan ala kadarnya. Inipun juga dianjurkan oleh Nabi
saw dalam sabda beliau:
بَكِرٌوْا بِا الصَّدَقَةِ فَإِنَّ الْبَلاَءَ لاَ
يَتَخَطَّاهَا (رواه الطبراني)
“Segeralah bershadaqah, sebab bala’ bencana tidak akan melangkahinya” (HR.
Thabrani).
Yang menjadi permasalahan disini ialah, banyak di kalangan umat Islam
meyakini bahwa amalan-amalan yang tidak ada tuntunannya secara langsung dari
Rasulullah saw – seperti halnya shalat lidaf’il bala’ ini – dianggapnya sebagai
keharusan yang mesti dikerjakan, akan tetapi ibadah-ibadah yang jelas-jelas ada
tuntunannya dari Rasulullah saw, oleh masyarakat tidak dianggap sebagai
keharusan –seperti shalat berjamaah, shadaqah dan semacamnya–bahkan terasa
malas untuk mengerjakannya. Pandangan seperti inilah yang sangat keliru, dan
perkara ini amat dekat dengan bid’ah. Padahal, perkara yang sifatnya qath’i
(jelas dalil dan contohnya) harus didahulukan untuk diamalkan daripada perkara
yang tidak langsung dicontohkan oleh Rasulullah saw, atau terakulturasi oleh
budaya-budaya tertentu. Namun yang jelas, bentuk ibadah seperti di atas, bukan
bermaksud untuk mengubah-ubah syari’at, tetapi sebagai bentuk strategi dalam
rangka meningkatkan kualitas ibadah kepada Allah, dengan catatan tidak menafikkan
perkara-perkara yang jelas dalilnya.
Jadi tidak benar apabila shalat ini dianggap sebagai bid’ah dan statusnya
haram dikerjakan oleh umat Islam.
(Dikutip dari : Berbagai Sumber)